25 Desember 2008

KETERGANTUNGAN MASYARAKAT TERHADAP MEDIA MASSA

“Pertumbuhan Internet dan Media Massa Lokal”

Ditinjau dari Teori Determinisme

Era informasi global mengkondisikan tumbuhnya masyarakat sadar informasi. Informasi yang yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini sangatlah tinggi dengan semakin meningkatnya pertumbuhan dunia informasi dan teknologi komunikasi. Terlebih dengan diikutinya fenomena global paradoks di dunia informasi, yakni tumbuh dan menguatnya media lokal baik cetak maupun elektronik (audio dan audio visual). Pertumbuhan media lokal pun semakin menunjukkan eksistensinya hingga di tingkat eks karesidenan, yang notabene secara administratif di bawah wilayah setingkat provinsi. Pertumbuhan ini dirasakan dari tahun ketahun semakin meningkat, media elektronik dan cetakpun semakin bersaing untuk memberikan informasi yang terhangat dan teraktual kepada masyarakat.


Belum lagi dunia teknologi maya, atau yang lebih dikenal dengan internet. Pertumbuhan dan perkembangannya pun tidak mencangkup kota-kota besar saja, tetapi juga sudah melampaui desa-desa dikota-kota yang sebelumnya belum tersentuh teknologi ini. Tingkat pesatnya pertumbuhan ini sangat dipengaruhi oleh seberapa besar kebutuhan masyarakat terhadap internet. Masyarakat lebih mudah dan cepat mengakses berbagai macam informasi yang dibutuhkan, bahkan untuk mengetahui dunia luarpun terkadang tidak perlu meninggalkan tempat duduk. Hanya tinggal klik saja, jendela dunia telah terbuka.


Namun, terjadi pula fenomena tumbuhnya media regional dengan jangkauan distribusi dan reportase utama mencapai lintas provinsi. Media lokal baik televisi maupun Koran-koran lokal secara tidak langsung juga memberikan dampak yang bagus bagi pertumbuhan informasi di daerah tersebut. Tumbuhnya media lokal tersebut sekaligus mencerminkan menguatnya bentuk perlawanan terhadap menguatnya isu atau wacana global, meski tidak mengingkari kenyataan keberadaan sebagian dari media lokal tadi juga berkat pasokan modal dari pemilik media besar sebagai agen wacana globalisasi. Bahkan media-media besar juga memberikan atau sebagai penjembatan perlintasan informasi antara media satu dengan media yang lain. Kadang juga terjadi semacam pemonopolian media oleh para pemilik media besar, misalnya MNC dan Trans Corp.


Di sisi lain, ada pula paradoks dalam proses komunikasi. Teoritikus komunikasi, Dennis Mc Quail menyatakan, komunikasi massa bukan sekadar mengandung makna komunikasi untuk semua massa. Sebab, tatkala proses distribusi informasi berlangsung gencar, pada saat bersamaan terjadi pula proses seleksi oleh massa. Kemudian, yang menjadi pertanyaan, apakah keberadaan media tersebut memiliki pengaruh di kalangan masyarakat? Bentuk media apakah yang memiliki pengaruh paling kuat dalam masyarakat?


Selain itu muncul anggapan bahwa media juga merupakan wahana yang dapat memberikan citra dari realitas sosial yang terjadi, baik yang terjadi disekitarnya maupun yang terjadi dilingkungkan luarnya. Gambaran atau cerminan yang terjadi sangat memberikan efek balik yang luar biasa, tergantung konteks dan nilai beritanya. Sebagai contoh, isu kenaikan BBM yang akan segera dilaksanakan per 1 Juli 2008 menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat yang cukup besar, baik yang pro maupun yang kontra. Selain itu juga belum juga stabilnya harga bahan pokok yang semakin membuat masyarakat Indonesia semakin menderita. Itu semua merupakan refleksi atau cerminan apa yang telah terjadi di masyarakat.


Apabila media massa masih berpengaruh terhadap masyarakat, tentu karena implikasi dari frekuensi penyampaiannya yang intensif, yakni dalam rentang waktu harian atau repetitif, mingguan atau bulanan, serta dengan bentuk penyampaian yang konstan melalui wahana cetak, suara dan gambar (audio visual). Selain itu, menguatnya pengaruh media terhadap masyarakat tentu adanya faktor kepentingan masyarakat mereproduksi informasi yang dirujuk dari media, yang sebelumnya tidak mampu dijangkau mereka akibat keterbatasan mereka.


Sudirman Tebba mengilustrasikan, fungsi mempengaruhi pada media dipicu kali pertama oleh John Milton di Inggris yang melontarkan ide kebebasan pers pada 1644. Meski demikian, faktor pengaruh media juga tidak dinyatakan secara tersurat dalam sistem regulasi di Indonesia, baik dalam Undang-undang Nomor 40/1999 tentang Pers maupun Undang-undang Nomor 32/2002 tentang Penyiaran.


Kedua undang-undang tersebut hanya mencantumkan fungsi media meliputi penyampaian informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Karena itu, tiada buruk pula bila fungsi mempengaruhi media dijadikan bahan kajian atau referensi bagi tiga unsur kepentingan (stakeholder), antara negara via institusi pemerintahan lokal yang dicitrakan oleh media, masyarakat selaku konsumen atau pasar media, dan pengelola media selaku pemeran utama dalam proses komunikasi. Lebih-lebih bila faktor tersebut dikaitkan dengan konteks regulasinya, seperti mengenai sejauh mana media telah mengakomodasi Undang-undang Nomor 40/1999 tentang Pers dan Undang-undang Nomor 32/2002 tentang Penyiaran.


Khususnya, mengenai peranan media dalam memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi serta keberpihakan media kepada masyarakat yang ketentuannya ditetapkan sebagai fungsi media sebagai kontrol sosial dan peranan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.


Tumbuhnya masyarakat sadar informasi, secara teoritis menemukan signifikansinya dengan faktor ketergantungan. Dua teoritisi komunikasi yang telah merumuskan Teori Ketergantungan, Sandra Ball Rokeach dan Melvin Defleur, mendasarkan pada aspek empirik dalam proses komunikasi. Masyarakat atau khalayak mengalami ketergantungan terhadap media karena hendak memenuhi kebutuhan akan informasi serta mencapai tujuan tertentu dari proses mengkonsumsi media. Meskipun demikian keadaan ketergantungan bukan berarti memiliki kesamaan dalam mengakses semua media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar