25 Desember 2008

Gaya Hidup dan Hiburan Dalam Media Massa

Gaya hidup, atau yang sering disebut dengan life style sekarang bukanlah hal yang aneh dimasyarakat. Gaya hidup sudah menjadi tren masa kini di kalangan masyarakat Indonesia. Baik mulai dari makanan, minuman hingga cara berpakaian dan perawatan tubuh sekarang sudah menjadi tuntutan masyarakat untuk memenuhinya.

Namun. Kehidupan ini tidak semua masyarakat Indonesia dapat merasakannya, hanya bagi mereka yang berkantong teballah yang dapat menikmatinya. Dari mulai kehidupan hedonisme hingga munculah sikap konsumtif tidaklah sulit bagi mereka untuk melalukannya.

Namun semua hal itu tidaklah lepas dari persuasif media massa. Media massa mengemas bentuk-bentuk atau simbol-simbol kehidupan dengan sedemikian rupa sehingga masyarakat mempunyai rasa ketergantungan untuk selalu mengikuti perkembangan gaya hidup mereka.

Berbagai macam iklan yang ditampilkan di media massa, terutama pada media televisi, akan menimbulkan sikap konsutifisme didalam masyarakat. Masyarakat akan cenderung terpaku atau tertuju pada produk-produk yang ditayangkan oleh iklan.

Baik secara langsung maupun tidak langsung, efek yang ditimbulkan nantinya sangatlah besar dampaknya terhapad masyarakat. Sehingga budaya konsutif akan mencul seiring dengan meningkatnya keinginan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya akan gaya hidup.

Memasuki persoalan ’gaya’, setiap orang memang berhak mencitrakan dirinya sendiri. Namun, pengertian ’gaya’ juga sudah sepantasnya kita bawa dalam iklim yang lebih filosofis. Persoalan gaya hidup tidak sesederhana seperti halnya potret kehidupan kelas menengah, Orang Kaya Baru, orang sukses atau selebriti di kolom gaya hidup media populer atau kisah cinta dan sukses seseorang di acara televisi semacam "Famous to Famous".

Bukan karena penganut ideologi hemat atau asketisme dan bukan pula karena pengaruh kampanye Pola Hidup Sederhana, tapi lebih karena pilihan gaya! Politik kapitalis memang telah membuat kita bertingkah permisif terhadap segala sesuatu yang mungkin lambat laun mengarahkan kita pada hedonisme. Namun dalam beberapa hal, kapital juga diperlukan selama tidak dalam kadar tinggi.

Di beberapa hal, kapital perlu dimaknai positif. Memang kedengarannya tak ideologis dan tampak setengah-setengah. Perlu keadaan balance untuk menciptakan kenyamanan tanpa merusak alam bawah sadar kita. Kapitalis dapat disikapi dengan mempergunakan common sense, menggunakan sarana produk yang dihasilkan secukupnya tanpa harus ikut arus budaya konsumtif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar