25 Desember 2008

Fenomena Persaingan Tarif Operator Seluler

Semua operator seluler di Indonesia semakin hari semakin bersaing untuk membanting harga jasa tarif percakapan, sejak diberlakukan Undang-Undang tentang telekomunikasi sejak 1 April 2008 kemarin, semua operator seluler di Indonesia melakukan perubahan tarif secara besar-besaran.

Tarif percakapan maupun sms turun hingga 25% - 75%. Selain memenuhi peraturan pemerintah semua operator juga berusaha mencari pelanggan sebanyak-banyaknya dengan berbagai tayangan iklan yang mengobral berbagai macam penawaran dan keunggulan masing-masing.

Baik melalui iklan di media cetak maupun elektronik. Namun sangat disayangkan, fasilitas yang diperoleh oleh pengguna jasa telepon seluler tidak sebagus dengan apa yang ditawarkan.

Selain itu semakin banyaknya jenis operator seluler di Indonesia yang tumbuh bagai jamur-jamur yang subur ini menandakan bahwa perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia semakin maju. Meskipun masih pada ruang lingkup kota-kota besar, namun semakin hari semakin luas.

Mulai layanan, bertelepon, sms, email hingga panggilan video atau yang sering disebut dengan video call semakin terpenuhi dengan dibuktikannya adanya jaringan 3G (baca=triji) atau thrith generation. Masyarakat pun mulai banyak yang menggunakan fasilitas ini demi kelancaran komuniksi mereka.

Meskipun mereka harus merogoh kocek yang cukup dalam, karena vendor atau alat yang diperlukan untuk mendukung semua fasilitas yang ada cukup mahal harganya.

Ditinjau dari Etika Filsafat Komunikasi, berbagai penawaran jasa yang dilakukan yang dilakukan oleh para operator akan memunculkan penekanan pada proses interaksi yang berpengaruh akan efektif atau tidaknya proses komunikasi yang berlangsung.

Jika para operator seluler mendapatkan jumlah pelanggan atau penggunanya semakin bertambah maka, komunikasi yang dilakukanya berhasil dan berjalan efektif, namun jika sebaliknya maka interaksi komunikasi yang dilakukan dengan masyarakat masihlah kurang.

MISS UNIVERSE DAN EKSPLOITASI PEREMPUAN DALAM MEDIA MASSA

Miss Universe adalah sebuah ajang kontes kecantikan ratu sejagat yang diadakan setiap satu tahun sekali, ajang tersebut menampilkan sejumlah perempuan dari beberapa negara yang akan merebutkan sebuah makota yang mengindikasikan bahwa yang terpilih mempunyai apa yang sebenarnya/seharusnya dimiliki oleh seorang perempuan, yaitu Brain, Beauty, Behaviour, dan Brave.

Dengan diadakan ajang tersebut, perempuan dapat lebih menonjolkan kepiawaiannya dalam menata diri, kecerdasan dan tingkah lakunya yang menggambarkan bagi perempuan yang paling sempurna di bumi ini. Namun, dari semua kontestan tersebut hanya akan dipilih satu yang benar-benar terpilih sebagai ratu sejagat.

Brain, Beauty, Behaviour, dan Brave yang selanjutnya disebut dengan 4B, sebenarnya adalah sebuah ikatan atau sebutan saja bagi eksploitasi perempuan. Media sebagai penyalur informasi sangatlah pandai dalam memoles sebuah tayangan tersebut sehingga menarik dan memikat bagi pemirsanya.

Tentu saja, acara perhelatan “akbar” ini menarik jutaan bahkan milyaran pemirsa dari seluruh pelosok dunia untuk menyaksikannya. Bahkan media-media lokal pun – media dari masing-masing Negara peserta – akan mengekspose wakilnya secara besar-besaran. Media berusaha meng-cover agar wakil dari negaranya terlihat paling sempurna.

Tingkah laku, atau yang disebut sebagai kunci pembentukan perfect behaviour dalam ajang pemilihan ratu sejagat ini, juga merupakan kunci utama bagi perempuan untuk berhasil menyabet gelar tersebut. Dalam masa karantina, peserta akan dinilai tingkah lakunya oleh para dewan juri yang berkompeten didalam bidangnya.

Tidak tahu secara jelas, tingkah laku yang bagaimana yang dimaksudkan, apakah peserta yang paling ramah, ceria, santun, ataukah yang murah senyum. Namun, selain merebut ratu paling cantik sedunia mereka juga mengincar gelar Miss Congeniality atau yang sering diartikan Ratu Persahabatan atau Ratu Berperilaku Baik.

Perempuan dalam kontes pemilihan tersebut, mengindikasikan bahwa mereka hanyalah sebuah objek yang dikelola sedemikian rupa menjadi tayangan yang menghasilkan jutaan dolar bagi kaum kapitalis. Dengan tayangan tersebut, otomatis semua mata akan tertuju pada iklan-iklan yang disajikan.

Sebut saja iklan produk kecantikan, maka setiap mata perempuan yang menyaksikan tayangan tersebut akan mempunyai atau timbul paradigma mimpi bahwa menajadi perempuan yang cantik harus memakai produk-produk kecantikan tersebut.

Kelihaian media massa dalam menyampaikan acara ini, sehingga dampak yang ditimbulkan pun juga besar, nilai-nilai dan pandangan pro-kontra pun berdatangan. Ada yang menyebut acara tersebut hanyalah usaha menampilkan aurat perempuan, ada juga yang mengartikan untuk mengenalkan negara masing-masing peserta dimata internasional.

Televisi sebagai media paling merakyat pun tidak pernah ketinggalan dalam peliputanya, bahkan ada yang mulai dari masa karantina hingga malam puncak grandfinal. Namun, semua itu kembali kemasing-masing individu pemirsanya, bagaimana dia harus bisa memilah mana yang baik dan yang benar, itu akan membentuk bagaimana tingkah laku manusia modern yang sesungguhnya namun tanpa ketinggalan informasi.

Di pihak media massa pun tentunya harus begitu pula, misalnya di Indonesia sendiri, etika bermediapun harus juga ditanamkan. Ketidaktahuan dan kesalahan penafsiran terhadap kebudayaan dan kebiasaan saja menjadi awal dan pemicu konflik yang sangat besar. Bisa saja acara ini merupakan budaya baru pada saat ini.

Televisi tentunya perlu diarahkan kepada “jalan yang benar” bukan malah menjadi komoditas produksi tanpa memikirkan efek yang ditimbulkan. Sehingga dapat dihasilkan tayangan yang sesuai dengan realitas yang ada, bukan sekedar mimpi belaka bagi pemirsanya.

Pengaruh Industri Media Terhadap Industri Hiburan

Media massa sebagai media komunikasi tidak sekedar wahana saling-saling pesan. Media massa juga memiliki perangkat teknologi yang merupakan bagian dari teknologi komunikasi. Dengan demikian, media massa adalah suatu sistem sekaligus juga produk teknologi.

Sebagai suatu system, media massa berinteraksi dengan sistem-sistem sosial, politik, dan ekonomi. Didalam industri sebuah media, media sangat mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Di dalam perananya media mempunyai berbagai macam peranan yang diemban. Peranan media massa semacam itu yang tampaknya menggejala di kalangan media massa telah menjadikan media massa kehilangan jatidiri yang sesungguhnya.

Media massa sudah tidak lagi mempedulikan fakta yang sebenarnya melainkanbila bila perlu “menciptakan” fakta untuk mendapatkan legimitasi atas keberpihakkan pada mereka yang pragmatis. Media massa sering meninggalkan prinsip keseimbangan sehingga sering kali memlintir apa yang disampaikan. Pada akibatnya media massa mengalami kemerosotan kredibilitas kalau tidak boleh disebut kehilangan kredibilitas.

Industri hiburan yang ada pada saat ini sangat mempengaruhi perkembangan industri media, dengan adanya hiburan maka media massa sering diperhatikan oleh khalayak informasinya. Semakin banyak informasi atau hiburan yang ada dalam media maka semakin meningkatkan penghasilan yang diperoleh para pelaku media tersebut. Penghasilan tersebut diperoleh dari penayangan iklan yang tayang pada tayangan-tayangan hiburan. Sehingga pada tentunya, media sangat bergantung pada keberadaan hiburan. Karena hiburan mempunyai daya tarik yang sangat besar bagi perkembangan media.

Pengaruh Industri Hiburan Terhadap Industri Media

Mengamati program-program media, sebut saja televisi, dapat dilihat betapa proporsi antar masing-masing fungsi tidak berjalan seimbang. Sebagai ilustrasi, televisi sebagai media komunikasi massa, menyajikan program informasi, edukasi dan hiburan.

Media sebagai alat komunikasi massa mengemban beberapa fungsi pelayanan pada masyarakat (public service), tapi berapa persen program televisi diisi sinetron, acara musik atau infotainment? Berapa banyak pula iklan ditayangkan disetiap acara (dengan asumsi lebih dari 25% dari acara berdurasi 30 menit adalah iklan), dan pertanyaan selanjutnya bagaimana iklan berinteraksi dengan masyarakat dan tidak sekedar menganggap masyarakat sebagai objek yang akan dijejali pesan-pesan.

Program-program hiburan tentu dapat dikatakan tulang punggung agar industri televisi tetap berdiri sebab bagaimanapun tidak mungkin mencerabut naluri hedonistik publik untuk menemukan hiburan di ikon budaya pop ini. Masalahnya, dalam mengemas program edukatif seringkali terlalu mengabaikan kebutuhan tersebut sehingga usaha semacam ini seringkali gagal.

Siapa yang dapat melupakan usaha TPI mengemas paket-paket pendidikan ke layar kaca, tapi toh aspek-aspek yang berorientasi pada audiens - misalnya aspek psikologis dalam proses belajar audiens, aspirasi dan kebutuhan akan hiburan - diabaikan.

Industri hiburan di tanah air sangat bergantung dengan posisi media pada saat ini, dengan adanya industri media maka industri hiburan bisa berkembang dengan masyarakat. Industri hiburan dapat menyajikan berbagai macam produknya di berbagai media yang dikehendaki sehingga hiburan pun bia berkembang di masyarakat dan menyampaikan berbagai informasi yang ada.

Media juga menentukan layak atau tidaknya produksi hiburan tersebut bisa tersampaikan secara baik dan dapat diterima dengan baik nantinya di kalangan pemirsanya.

Konsepsi Tentang Hiburan

Televisi sebagai media hiburan yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia dan bahkan dunia, merupakan salah satu media yang efektif untuk beriklan. Hal ini dikarenakan iklan televisi mempunyai karakteristik khusus yaitu kombinasigambar, suara dan gerak.

Oleh karena itu pesan yang disampaikan sangat menarik perhatian penonton.model iklan yang disajikan oleh televisi juga sangat bervariasi. Ketika baru muncul televisi swasta, iklan hanya dalam bentuk klip—baik live action, stop action maupun animasi dan still. Namun dalam perkembangannya iklan televise mengalami banyak sekali perkembangan.

Model iklan yang sekarang ada antara lain adalah superimposed, program sponsor, running text, backdrop, caption, credit title, ad lib, property endorsment, promo ad3. Perkembangan iklan yang makin kreatif tersebut menjadikan makin bervariasinya tayangan iklan dan bisa menjadi hiburan tersendiri.

Bagaimana tidak, ada iklan yang bisa membuat kita melebarkan senyum seperti iklan rokok Sampoerna Hijau denagn genk hijaunya dan masih banyak lagi iklan-ilan lain yang menghibur. Namun tidak dipungkiri banyak juga iklan iklan yang menyebalkan..

Hiburan yang ada sekarang ini sudah tidak lagi bersifat informative dan edukatif, tapi malah bersifat membodohi. Baik dari segi bentuk materi maupun isi yang disampaikan. Dari berbagai tayangan hiburan yang ada, semuanya rata-rata berdampak negatif bagi pemirsa yang melihatnya.

Banyak kandungan kekerasan yang terkandung, baik kekerasan verbal maupun non-verbal. Jika an dalam hiburan-hiburan tersebut tidak dibina secara apik, maka hiburan tidak akan membawa dampak positif bagi masyarakat pemirsanya.

Gaya Hidup dan Hiburan Dalam Media Massa

Gaya hidup, atau yang sering disebut dengan life style sekarang bukanlah hal yang aneh dimasyarakat. Gaya hidup sudah menjadi tren masa kini di kalangan masyarakat Indonesia. Baik mulai dari makanan, minuman hingga cara berpakaian dan perawatan tubuh sekarang sudah menjadi tuntutan masyarakat untuk memenuhinya.

Namun. Kehidupan ini tidak semua masyarakat Indonesia dapat merasakannya, hanya bagi mereka yang berkantong teballah yang dapat menikmatinya. Dari mulai kehidupan hedonisme hingga munculah sikap konsumtif tidaklah sulit bagi mereka untuk melalukannya.

Namun semua hal itu tidaklah lepas dari persuasif media massa. Media massa mengemas bentuk-bentuk atau simbol-simbol kehidupan dengan sedemikian rupa sehingga masyarakat mempunyai rasa ketergantungan untuk selalu mengikuti perkembangan gaya hidup mereka.

Berbagai macam iklan yang ditampilkan di media massa, terutama pada media televisi, akan menimbulkan sikap konsutifisme didalam masyarakat. Masyarakat akan cenderung terpaku atau tertuju pada produk-produk yang ditayangkan oleh iklan.

Baik secara langsung maupun tidak langsung, efek yang ditimbulkan nantinya sangatlah besar dampaknya terhapad masyarakat. Sehingga budaya konsutif akan mencul seiring dengan meningkatnya keinginan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya akan gaya hidup.

Memasuki persoalan ’gaya’, setiap orang memang berhak mencitrakan dirinya sendiri. Namun, pengertian ’gaya’ juga sudah sepantasnya kita bawa dalam iklim yang lebih filosofis. Persoalan gaya hidup tidak sesederhana seperti halnya potret kehidupan kelas menengah, Orang Kaya Baru, orang sukses atau selebriti di kolom gaya hidup media populer atau kisah cinta dan sukses seseorang di acara televisi semacam "Famous to Famous".

Bukan karena penganut ideologi hemat atau asketisme dan bukan pula karena pengaruh kampanye Pola Hidup Sederhana, tapi lebih karena pilihan gaya! Politik kapitalis memang telah membuat kita bertingkah permisif terhadap segala sesuatu yang mungkin lambat laun mengarahkan kita pada hedonisme. Namun dalam beberapa hal, kapital juga diperlukan selama tidak dalam kadar tinggi.

Di beberapa hal, kapital perlu dimaknai positif. Memang kedengarannya tak ideologis dan tampak setengah-setengah. Perlu keadaan balance untuk menciptakan kenyamanan tanpa merusak alam bawah sadar kita. Kapitalis dapat disikapi dengan mempergunakan common sense, menggunakan sarana produk yang dihasilkan secukupnya tanpa harus ikut arus budaya konsumtif.

INDONESIA PUNYA MASA DEPAN

Indonesia adalah sebuah bangasa yang besar, bangsa yang mempunyai keanekaragaman budaya. Mulai dari sabang sampai merauke, jumlahnya pun sudah ratusan. Namun bagaimana nasib dengan budaya-budaya tersebut? Sungguh tidak terlalu jelas kemana arah budaya itu terpelihara.

Masihkan Negara kita Indonesia mempunyai masa depan jika budaya budaya yang merupakan sebuah elemen paling istimewa dari bangsa kita hilang tergerus oleh globalisasi dan budaya barat, semua itu kembali ke bangsa Indonesia sendiri.

Namun, semua itu tidak akan pernah hilang, karena Indonesia masih mempunyai modal, yaitu rasa nasionalisme yang kuat dan bias diandalkan. Meskipun Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya dan agama namun masih mempunyai sebuah senjata yang sangat ampuh untuk mempersatukannya. Yaitu Bahasa Indonesia.

Dengan adanya rasa cinta yang kuat terhadap Bahasa Indonesia maka bangsa yang besar ini dapat bersatu melalui komunikasi. Komunikasi yang seimbang dan sejalan akan membentuk rasa solidaritas yang tinggi dan menghilangkan miss-communications yang bisah memecah belah bangsa kita.

Budaya adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, pratik komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya.

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.

Secara garis besarnya, kebudayaan Indonesia itu mendapat pengaruh dari; (1) unsur kebudayaan asli nusantara, (2) unsur kebudayaan Hindu dan Timur Asia lain, (3) unsure kebudayaan Islam, dan (4) unsur kebudayaan Eropa. Keempat anasir pengaruh itu menampakan wajahnya dalam peradaban Indonesia masa kini, tetapi pengaruh itu tidak sama kuatnya dan tersebar keseluruh bagian bangsa Indonesia.

Ada daerah Indonesia yang pengaruh atau kesan kebudayaan nusantara aslinya menempati pengaruh terkuat, ada daerah Indonesia yang pengaruh kebudayaan Islamnya yang menonjol dan juga ditempat-tempat tertentu kebudayaan Eropanya yang lebih dominan.

KETERGANTUNGAN MASYARAKAT TERHADAP MEDIA MASSA

“Pertumbuhan Internet dan Media Massa Lokal”

Ditinjau dari Teori Determinisme

Era informasi global mengkondisikan tumbuhnya masyarakat sadar informasi. Informasi yang yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini sangatlah tinggi dengan semakin meningkatnya pertumbuhan dunia informasi dan teknologi komunikasi. Terlebih dengan diikutinya fenomena global paradoks di dunia informasi, yakni tumbuh dan menguatnya media lokal baik cetak maupun elektronik (audio dan audio visual). Pertumbuhan media lokal pun semakin menunjukkan eksistensinya hingga di tingkat eks karesidenan, yang notabene secara administratif di bawah wilayah setingkat provinsi. Pertumbuhan ini dirasakan dari tahun ketahun semakin meningkat, media elektronik dan cetakpun semakin bersaing untuk memberikan informasi yang terhangat dan teraktual kepada masyarakat.


Belum lagi dunia teknologi maya, atau yang lebih dikenal dengan internet. Pertumbuhan dan perkembangannya pun tidak mencangkup kota-kota besar saja, tetapi juga sudah melampaui desa-desa dikota-kota yang sebelumnya belum tersentuh teknologi ini. Tingkat pesatnya pertumbuhan ini sangat dipengaruhi oleh seberapa besar kebutuhan masyarakat terhadap internet. Masyarakat lebih mudah dan cepat mengakses berbagai macam informasi yang dibutuhkan, bahkan untuk mengetahui dunia luarpun terkadang tidak perlu meninggalkan tempat duduk. Hanya tinggal klik saja, jendela dunia telah terbuka.


Namun, terjadi pula fenomena tumbuhnya media regional dengan jangkauan distribusi dan reportase utama mencapai lintas provinsi. Media lokal baik televisi maupun Koran-koran lokal secara tidak langsung juga memberikan dampak yang bagus bagi pertumbuhan informasi di daerah tersebut. Tumbuhnya media lokal tersebut sekaligus mencerminkan menguatnya bentuk perlawanan terhadap menguatnya isu atau wacana global, meski tidak mengingkari kenyataan keberadaan sebagian dari media lokal tadi juga berkat pasokan modal dari pemilik media besar sebagai agen wacana globalisasi. Bahkan media-media besar juga memberikan atau sebagai penjembatan perlintasan informasi antara media satu dengan media yang lain. Kadang juga terjadi semacam pemonopolian media oleh para pemilik media besar, misalnya MNC dan Trans Corp.


Di sisi lain, ada pula paradoks dalam proses komunikasi. Teoritikus komunikasi, Dennis Mc Quail menyatakan, komunikasi massa bukan sekadar mengandung makna komunikasi untuk semua massa. Sebab, tatkala proses distribusi informasi berlangsung gencar, pada saat bersamaan terjadi pula proses seleksi oleh massa. Kemudian, yang menjadi pertanyaan, apakah keberadaan media tersebut memiliki pengaruh di kalangan masyarakat? Bentuk media apakah yang memiliki pengaruh paling kuat dalam masyarakat?


Selain itu muncul anggapan bahwa media juga merupakan wahana yang dapat memberikan citra dari realitas sosial yang terjadi, baik yang terjadi disekitarnya maupun yang terjadi dilingkungkan luarnya. Gambaran atau cerminan yang terjadi sangat memberikan efek balik yang luar biasa, tergantung konteks dan nilai beritanya. Sebagai contoh, isu kenaikan BBM yang akan segera dilaksanakan per 1 Juli 2008 menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat yang cukup besar, baik yang pro maupun yang kontra. Selain itu juga belum juga stabilnya harga bahan pokok yang semakin membuat masyarakat Indonesia semakin menderita. Itu semua merupakan refleksi atau cerminan apa yang telah terjadi di masyarakat.


Apabila media massa masih berpengaruh terhadap masyarakat, tentu karena implikasi dari frekuensi penyampaiannya yang intensif, yakni dalam rentang waktu harian atau repetitif, mingguan atau bulanan, serta dengan bentuk penyampaian yang konstan melalui wahana cetak, suara dan gambar (audio visual). Selain itu, menguatnya pengaruh media terhadap masyarakat tentu adanya faktor kepentingan masyarakat mereproduksi informasi yang dirujuk dari media, yang sebelumnya tidak mampu dijangkau mereka akibat keterbatasan mereka.


Sudirman Tebba mengilustrasikan, fungsi mempengaruhi pada media dipicu kali pertama oleh John Milton di Inggris yang melontarkan ide kebebasan pers pada 1644. Meski demikian, faktor pengaruh media juga tidak dinyatakan secara tersurat dalam sistem regulasi di Indonesia, baik dalam Undang-undang Nomor 40/1999 tentang Pers maupun Undang-undang Nomor 32/2002 tentang Penyiaran.


Kedua undang-undang tersebut hanya mencantumkan fungsi media meliputi penyampaian informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Karena itu, tiada buruk pula bila fungsi mempengaruhi media dijadikan bahan kajian atau referensi bagi tiga unsur kepentingan (stakeholder), antara negara via institusi pemerintahan lokal yang dicitrakan oleh media, masyarakat selaku konsumen atau pasar media, dan pengelola media selaku pemeran utama dalam proses komunikasi. Lebih-lebih bila faktor tersebut dikaitkan dengan konteks regulasinya, seperti mengenai sejauh mana media telah mengakomodasi Undang-undang Nomor 40/1999 tentang Pers dan Undang-undang Nomor 32/2002 tentang Penyiaran.


Khususnya, mengenai peranan media dalam memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi serta keberpihakan media kepada masyarakat yang ketentuannya ditetapkan sebagai fungsi media sebagai kontrol sosial dan peranan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.


Tumbuhnya masyarakat sadar informasi, secara teoritis menemukan signifikansinya dengan faktor ketergantungan. Dua teoritisi komunikasi yang telah merumuskan Teori Ketergantungan, Sandra Ball Rokeach dan Melvin Defleur, mendasarkan pada aspek empirik dalam proses komunikasi. Masyarakat atau khalayak mengalami ketergantungan terhadap media karena hendak memenuhi kebutuhan akan informasi serta mencapai tujuan tertentu dari proses mengkonsumsi media. Meskipun demikian keadaan ketergantungan bukan berarti memiliki kesamaan dalam mengakses semua media.

23 Desember 2008

Pentingnya Etika Berkomunikasi

A. Fungsi Media Televisi

Televisi sebagai salah satu media massa yang paling digemari oleh lapisan masyarakat tentunya mempunyai fungsi yang sangat penting. Kekuatan televisi yang hampir tanpa batas dibandingkan dengan efektivitas media lainnya, menjadikan televisi pada posisi yang sangat strategis, konsekuensinya adalah akan muncul berbagai kepentingan yang saling berdesakan, baik politik, bisnis, pendidikan maupun hiburan .

Fungsi adalah suatu tugas khusus yang dibebankan kepada sesuatu. Fungsi media massa (salah satunya televisi) adalah penyalur informasi, fungsi mendidik, fungsi menghibur, dan fungsi mempengaruhi. Keempat fungsi tersebut melekat dalam media massa secara utuh dalam arti luas dilaksanakan secara bersama-sama, tidak boleh mengutamakan satu atau dua fungsi tapi mengabaikan fungsi-fungsi yang lain. Dengan demikian fungsi media massa sesungguhnya hanya satu fungsi namun dipilah-pilah menjadi empat fungsi ; dengan kata lain fungsi media massa termasuk televisi adalah four in one function.

B. Peran Media Televisi

Media yang merupakan sarana dan wadah untuk menyampaikan informasi sering menyampaikan informasi yang tidak benar kepada masyarakat. Informasi yang disampaikan seharusnya dapat menambah pengetahuan, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Media malah menjadi lahan perang yang saling bersaing untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, dengan kata lembut hanya sebagai lahan bisnis. Peran yang diharapkan dapat menopang hajat hidup orang banyak – dalam hal ini adalah wujud dari fungsi media massa – semakin tidak dapat tercapai.

Di dalam media sendiri juga tumbuh sikap Mimerisme, yaitu sikap media yang saling ikut-ikutan membuat acara yang serupa dengan media televise lain. Misalnya televise A menayangkan program acara X, dan kemudian acara tersebut sukses, maka media televisi lain misalnya B atau C juga membuat program acara televise yang sama. Sehingga peranan media televisi yang seharusnya menjalankan fungsinya malah terjebak dengan kesalahan tidak dapat menjalankan fungsinya sendiri, sehinga televise tidak dapat menampilkan tayangan yang informatif, variatif, malah terkesan monoton. Sehingga terjadi percampuradukan fungsi dan peran.
Percampuradukan fungsi dan peran boleh jadi disebabkan oleh visi terhadap media televisi itu sendiri.

C. Pentingnya Etika Berkomunikasi dalam Televisi

Televisi merupakan salah satu media yang dapat mereproduksi budaya, oleh karenanya etika dalam berkomunikasi sangatlah dibutuhkan karena televisi sangat mempengaruhi bagaimana kelangsungan budaya itu berkembang nantinya. Pada tayangan suami-suami takut istri ini menimbulkan kecemasan dari sebagian pemirsa yang dapat mengkritisi tayangan tersebut.

Mereka menganggap bahwa tayangan ini tidak mendidik dan tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia karena dalam tayangan ini juga terdapat kekerasan-kekerasan verbal yang di lakukan oleh para pemainnya. Namun tampaknya pemirsa Indonesia tidak semuanya memperhatikan hal ini. Mereka cenderung menyukai tayangan hiburan termasuk juga disini tayangan komedi tanpa memperhatikan nilai pendidikannya.

Dalam acara televisi yang berbau hiburan seperti tayangan suami-suami takut istri ini harus ada etika dalam berkomunikasinya, syarat-syarat dalam etika berkomunikasinya antara lain: pertama, televisi mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap public. Padahal televisi , tanpa kita sadari mudah memanipulasi kita, seharusnya media punya etika komunikasi yang mau melindungi penonton yang mudah di pengaruhi tersebut.

Kedua, etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab, akan tetapi realitanya kebebasan berekspresi di Indonesia saat ini kebanyakan tidak diiringi dengan tanggung jawab social kepada masyarakat. Ketiga, mencoba menghindari sedapat mungkin dampak negatif dari logika instrumental. Logika ini cenderung mengabaikan nilai dan makna, yang penting hanyalah mempertahankan kredibilitas di depan public, tujuan media sebagai instrumen pencerahan kurang mendapat perhatian.